URANG DIRI

BERJALAN DENGAN LANGKAH PENUH ARTI

Senin, 18 Juni 2012


1.    LUAS PERSEGI PANJANG DAN LUAS SEGITIGA SIKU-SIKU
Pada gambar tersebut tampak sebuah persegi ABCD yang panjang sisinya s satuan panjang
Luas persegi ABCD = sisi x sisi
                        L = s x s
                        L =  satuan panjang



Pada gambar tersebut tampak sebuah persegi panjang PQRS yang panjangnya pdan lebarnya  l satuan. Diagonal QS membagi persegi panjang PQRS menjadi dua buah sgitiga siku-siku, yaitu D PQS dan D QRS. Adapun luas D PQS sama dengan luas D QRS, sehingga diperoleh
Luas D PQS        = luas D QRS
= x luas persegi panjang PQRS
Karena persegi panjang PQRS berukuran panjang p dan lebar  l.
Luas D PQS =   p x l atau
L D =  a x t

2.    MENEMUKAN TEOREMA PHYTAGORAS
Gambar (i) menunjukkan persegi ABCD berukuran (b + c). pada keempat sudutnya buatlah empat D siku-siku dengan panjang sisi siku-sikunya b cm dan  c cm.
Dari gambar tampak bahwa luas persegi ABCD sama dengan luas persegi dalam ditambah luas empat D siku-siku (luas daerah yang diarsir), sehingga diperoleh
Luas daerah yang diarsir = luas empat D siku-siku
= 4 x  b x c
= 2bc
Dan luas daerah yang tidak diarsir = luas persegi dalam (PQRS)
= a x a =
Lalu buatlah persegi EFGH berukuran (b + c) cm seperti tampak pada gambar  (ii). Pada dua buah sudutnya buatlah empat D siku-siku sedemikian hingga membentuk dua persegi panjang berukuran (b x c) cm.
Luas persegi EFGH sama dengan luas persegi (luas daerah yang tidak diarsir) ditambah luas empat D siku-siku (luas daerah yang diarsir), sehingga diperoleh
Luas daerah yang diarsir = luas persegi panjang
= 2 x b x c
= 2 bc
Luas daerah yang tidak diarsir = luas persegi KMGN + luas persegi OFML
= (b x b) + (c x c)
=  +
Dari gambar (i) dan (ii) tampak bahwa ukuran persegi ABCD = ukuran persegi EFGH, sehingga diperoleh
Luas persegi ABCD = luas persegi EFGH
2 bc +  = 2 bc +  +
   =  +
  =  -
  =
Contoh
Diketahui D ABC siku-siku di B dengan AB  = 6 cm dan BC = 8 cm. hitunglah panjang AC!
Penyelesaian
Dengan menggunakan teorema PhytagoraS berlaku
     =  +
=  +
= 36 + 64
= 100
AC      =  = 10
Jadi, panjang AC = 10 cm.

Ø  PERBANDINGAN SISI-SISI PADA SEGITIGA SIKU-SIKU DENGAN SUDUT ISTIMEWA
a.    Sudut  dan
Perhatikan gambar
Segitiga ABC disamping adalah segitga sama sisi dengan
AB = BC = AC = 2x cm dan Ð A = Ð B = Ð C = .
Karena CD tegak lurus AB, maka CDmerupakan garis tinggi sekaligus garis bagi Ð C, sehingga
Ð ACD = Ð BCD = .
Diketahui Ð ADC = Ð BDC =
titik D adalah titik tengah AB , diman AB = 2x cm, sehingga panjang BD = x cm.
perhatikan D CBD
dengan menggunakan teorema Phyytagoras diperoleh
            =  -
CD                        =
=
=
=
= x
Dengan demikian, diperoleh perbandingan
BD : CD : BC = x : x  : 2x
= 1 :  : 2
Perbandingan tersebut dapat digunakan untuk menyelesaikan soal yangberkaitan dengan segitiga siku-siku khusus.
b.    Sudut
Segitiga ABC pada gambar adalah segitiga siku-siku sama kaki. Sudut B siku-siku dengan panjang AB = BC = x cm  dan Ð A = Ð C =
Dengan menggunakan teorema Phytagoras diperoleh
           =  +
AC                        =
                  =
                  = x
Dengan demikian, diperoleh perbandingan
AB : BC : AC = x : x : .

PENGGUNAAN TEOREMA PHYTAGORAS PADA BANGUN DATAR DAN BANGUN RUANG
Selain dimanfaatkan pada segitiga siku-siku, teorema Phytagoras juga dapat digunakan pada bangun datar dan bangun ruang matematika yang lain untuk mencari panjang sisi lain yang belum diketahui.
Perhatikan kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk a  cm pada gambar. Diagonalsisi adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang berhadapan pada suatu bidang datar. Diagonal sisi kubus tersebut antara lain , , , dan . Misalkan kita akan menentukan panjang diagonal sisi .
Perhatikan persegi ABCD .  adalah salah satu diagonal sisi bidang ABCD. Sekarang , perhatikan D ABD. Karena D ABD siku-siku di A, maka dengan menggunakan teorema Phytagoras diperoleh
            =  +
                  =  +
                  = 2
              =
                  =  cm.
Diagonal ruang adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang berhadapan dalam suatu bangun ruang.
Diagonal ruang kubus ABCD.EFGH antara lain  dan . Perhatikan D BDH siku-siku di titik D, maka untuk menentukan panjang diagonal ruang   dapat dicari menggunakan teorema Phytagoras
           =  +
                  =  +
                  = 2  +
                  = 3
            =   cm.

MENGURUS JENAZAH


BAB I
PENDHULUAN

LATAR BELAKANG
            Sebagai makhluk yang bernyawa suatu saat kita akan menemui apa itu mati atau yang disebut dengan maut. Oleh karena itu islam mengajarkan apabila ada yang meniggal dunia, kita yang masih hidup memiliki kewajiban yang harus dipenuhi dalm kata lain fardu kifayah.
Dalam hal ini ada beberapa kewajiban yang harus penuhi seperti memandikan, mengafani, menshlatkan, dan menguburkan.
RUMUSAN MASALAH
§  Kita sesama muslim dalam mengurus  jenzah ?
§  Bagai mana tata cara mengurus  jenazah ?
§  Apa hukumnya dalam mengurus  jenazah ?

TUJUAN
Ø  Mengetahui tata cara mengurus jenazah .
Ø  Mengetahui hukum-hukum dalam mengurus jenazah .
Ø  Mengetahui hak dan kewajiban sesama muslim dalam mengurus  jenazah .







BAB II
PEMBAHASAN

TATA CARA  MENGURUS JENAZAH
Kematian atau maut pasti akan mendatang setiap makhluk yang bernyawa sebagai man firman Allah SWT. dalam surat Ali-Imran ayat 185 yang artinya: “tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pahala kamu akan disempurnakan pada hari kiamat.”
Mengurus jenazah merupakan bagian dari adab islam yang di tentukan Nabi SAW, kepada umatnya.  Adapun kewajiban muslim terhadap saudaranya yang meninggal dunia ada 4 macam yaitu; memandikan, mengkafani, mensholatkan, dan menguburkan. Para ulama ahli fiqh sepakat bahwa hukum memandikan, mengkafani, mensholatkan dan mengkuburkan jenazah adalah fardu kifayah.[1]
A.    Hal-hal yang Harus Dilakukan Jika Sudah Menghembuskan Nafas Terakhir.
1.     Jika matanya yang terbuka agar dipejamka matanya (ditutuplah) dengan hati-hati menyebutkan kebaikkan serta mendo’akan dan memohon agar Allah memberikan pengampunan baginya.
Sabdah Rosullah SAW:
Artinya: “Dari Abi Qatadah: bahwasanya Rosullah s.a.w. ketika sampai dimadinah, beliau menanyakan seorang bernama al-Barabin Ma’rur, dijawab orang yang hadir,: “dia sudah meninggal dan mewasiatkan sepertiga hartanya kepada engkau dan mewasiatkan pula supaya dihadapkan ke Kiblat apabila dia sakit parah. Kata Rosullullah saw: “betul pendapatnya”. (HR. Al-Hakim Dan Baihaqi).[2]
2.     Disunnahkan untuk menutup seluruh tubuhnya, setelah dilepaskan dari pakaiannya yang semula. Hal ini supaya tidak terbuka auratnya. Dari Aisyah Radhiyallahu a'nha, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ تُوُفِّيَ سُجِّيَ بِبُرْدٍ حِبَرَةٍ
“Dahulu ketika Rasulullah meninggal dunia ditutup tubuhnya dengan burdah habirah (pakaian selimut yang bergaris)”. [Muttafaqun 'alaih].
Kecuali bagi orang yang mati dalam keadaan ihram,maka tidak ditutup kepala dan wajahnya.[3]
B.     Kewajiban orang yang masih hidup terhadap orang yang telah meninggal dunia ada empat:
1.      Memandikanya
Adapun syarat wajib mandi:
a.       mayat itu orang islam
b.      didapati tubuhnya walau sedikit
c.       mayat itu bukan mati syahid (mati dalam peperangan untuk membela agama Allah).
           
Sekurang-kurang mandi untuk melepaskan kewajiban itu,sekali,merata kesekalian badanya,sesudah di hilangkan najis yang ada pada badanya .sebaik baiknya mayat itu di letakkan di tempat yang tinggi,di tempat yang sunyi melainkan orang yang memandikan dan orang yang menolong mengurus keperluan yang bersangkutandengan itu. Pakaianya diganti dengan basahan, sebaiknya dengan kain sarunng atau lainya agar auratnya tidak kelihatan. Setelah itu dudukkan dan sandarkan punggungnya kepada sesuatu, lantas disapu perutnya dengan tangan dan di tekankan sedikit, supaya keluaar kotorannya. Perbuatan itu hendaklah di ikuti dengan air dan harum-haruman agar menghilangkan bau kotoran yang keluar. sesudah itu, mayat ditelentangkan lantas di cebokan dengan tangan kiri yang memakai sarung tangan, sesudah cebok hendaklah sarung tangan diganti dengan yang bersih, lantas di masukkan anak jari kiri kemulutnya, digosok giginya lalu di bersihkan mulutnya dan di wudhukan.[4]






2.      Mengkafani Mayat
Hukum mengafani mayat itu adalah fardu kifayah, atas orang yang hidup. Kapan itu di ambilkan dari harta si mayat itu sendiri. jika ia meninggalkan harta, kalau ia tidak meninggalkan harta, maka kapannya wajib bagi yang memberi belaja sewaktu ia masih hidup. Kalau yang wajib tidak mampu memberikan belanja itu maka hendaklah di ambilkan dari “baitulmal”.[5]
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA. bahwa ketika Abdullah bin Ubaiy meninggal, putranya menemui Rasulullah SAW. dia mengatakan : ”Ya Rasulullah!berikanlah gamis anda kepada ku untuk aku kapanka pada jenazah ayahku dan sholatkanlah serta memohon apunan untuknya!” Rasulullah SAW. beersabda :“ beri tahu aku menjelang pemakaman agar aku bias  menyolatkanya”. (Hadis ini di riwayatkan oleh Al-Bukhari ).[6]
Cara memakainya di hamparkan sehelai-helai dan di taburkan di atas tiap-tiap lapis itu dengan harum haruman seperti kapur barus dan sebagainnya, lantas mayat di letakkan di atasnya. Kedua tangannya di letakkan di atas dadanya, tangan kanan di atas tangan kiri.
3.      Mensholatkan Mayat Atau Jenazah
1.      Syarat-Syarat Sholat Jenazah
a.       mayit harus muslim
b.      orang yang akan mensholatkanya harus menutup aurat, suci dari hadats besar dan hadats kecil, bersih badan, pakaian dan tempat serta menghadap kiblat.
c.       mayit sudah di mandikan dan di kapani
d.      letak mayit sebelah kiblat orang yang akan mensholatkanya, terkecuali kalau sholat gaib.
2.      Rukun Sholat Sholat Jenazah
a.       Niat
b.      Takbir empat kali
c.       Membaca fatihah
d.      Membaca shalawat atas nabi
e.       Mendo’akan si mayit
f.       Mengucapkan salam.

4.      Tata Cara  Mengubur  Jenazah
a.       Cara Mengubur Jenazah
1. ada tiga orang turun lebih dulu ke lobang kubur untuk menerima mayat:
- seorang menerima bagian kepala
- seorang menerima bagian perut
- dan seorang lagi menerima bagian kaki
2. ada  yang beberapa orang di atasmengangkat mayat dengan pelan pelan dari tempat pengangkutan mayat (keranda) itu kemudian di serahkan kepada tiga orang yang sudah siap menerima (berada pada liang kubur)
3. sewaktu akan memasukkan mayat ke dalam kubur hendaknya membaca do’a. Yang artinya: “dengan menyebut nama Allah dan atas tetapnya agama Rosullah SAW.[7]

b. posisi mayat dalam kubur
1.   setelah mayat berada dalam liang kubur hendaknya mayat di miringkan menghadap ke kiblat
2.   tali tali yang ada terutama pada bagian kepala supaya di lepas, dengan maksud supaya wajahnya terbuka.
3.   di bagian kepala,punggung dan belakang paha hendaknya di beri penyangga agar posisi mayat tetap dalam keadaan miring.
4.   pipi mayat kanan harus menempel pada tanah,  oleh karena itu wajah wajah mayat hendaknya terbuka.
5.   setelah posisi mayat sudah tertib dan sebelum liang kubur di tutup  dengan papan atau bamboo mayat agar di azani
6.   sesudah diazani baru ditutup dengan papan atau bambu atau dengan benda lainnya, kemudian baru ditimbuni tanah. Maksud ditutup dengan papan atau bambu itu untuk menjaga agar mayat tidak tertimbung dengan tanah.
7.   timbunan tanah itu agar diratakan dan diberinisa atau tanda.
8.   setelah selesai semuanya, seyongyanya simayit diacakan talqin oleh pemuka agama.
            Sabdah Rosul SAW. yang artinya:
Dari Usman, Nabi SAW apabila selesaidari menguburkan m[i]ayat, beliau berdiri lalu bersabdah: Mintakan ampunan saudaramu dan mintakan olehmu agar supaya dia diberikan keteatapan iman karena sekaraang ia sedang ditanya (H.R. Abu Daud dan Hakim).[8]
Wajib menguburkan mayat dalam lubangdan di hadapkan berbaring kea rah kiblat. Cekurang kurang lobang menguburkan mayat yaitu sekira kira dapat menahan baunya ,dan terpelihara dari di bongkar binatang buas. Sebaik baiknya lobang itu dalamnya sependirian dan sehasta. Lebarnya sehasta dan sejengkal. Dan di atasnyajangan di buat bangunan tembok yang tinggi tetapi hendaklah di ratakan saja. Sebelum di masukkan ke dalam kubur,mayat di letakkan dulu di sisi kaki kubur  lalu di angkat ke dalam lobang, di miringkan ke sebelah kanannya dan di hadapkan ke kiblat.












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setiap yang bernyawa akan merasakan yang namanya kematian. Orang yang meninggal bukan berarti hak dan kewajiban kita terhadap orang yang meninggal itu juga terputus.
Kita orang muslim apabila ada diantara saudara kita yang meninggal dunia maka ada 4 kewajiban kita terhadap mereka, yaitu: memandiakan, mengafani, dan menshalatkan, dan mengubur. Dengan yangdemikian itu ada syarat atau cara-cara yang diajarkan atau sesuai dengan aturan yang sesuai dengan syariat agama.


Ø  Tanggapan mengenai perlakuan jenzah para pemimpin islam seperti Muamar Khadafi.
Perlakuan terhadap jenazah Khadafi sangat jauh dari ajaran yang dianjurkan, apalagi untuk seorang muslim, apabila telah meninggal dunia maka haruslah disegerakan pengurusan jenazahnya, bukan di pamerkan seperti yang dilakukan terhadap jenazah Muamar Khadafi yang dipamerkan di sebuah pusat perbelanjaan di tempat penjualan daging. Bukankah orang yang telah meninggal juga memiliki hak untuk dipenuhi, mereka yang meninggalhanya jasadnya saja yang tak dapat bergerak namun ruhnya masih ada dan juga memiliki rasa malu sebagaiman layaknya kita yang masih hidup.








DAFTAR PUSTAKA
Rasyid Sulaiman. 2000.  Fiqh Islam, Jakarta, Attahiria
Efendy Mochtar. 2003. Fiqih Islam, Palembang Al-Mukhtar
http://www.google.com/tata-cara-mengurus-jenazah/ Rabu,09-11-2011 jam 14:45
Iskandar. 2005. Peunjuk Praktis  Ilmu Keterampilan Agama, Jakarta, Erlangga
Mardhi Abdullah. 2007. Kewajiban Mengurus Jenazah, Jakarta, Tiga Serangkai





















[1]  Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Jakarta: Attahiria, 2000 ), hlm. 476
[2]  Mochtar Efendy, Fiqih Islam, (Palembang: Al-Mukhtar, 2003), hlm. 115
[3]  google
[4]  Mochtar Efendy, hlm. 113
[5]  Ibid., hlm. 115
[6]  Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Jakarta: Attahiria, 2000 ), hlm. 476
[7]  Mardhi Abdullah, Kewajiban Mengurus Jenazah, (Jakarta: Tiga Serangkai, 2007), hlm. 14-16
[8]  Iskandar, Peunjuk Praktis  Ilmu Keterampilan Agama, ( Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 104